Bukan hanya bahasa Jawa, bahasa daerah itu patut dikuasai tiap insan. Demikian ulasan saya (Seorang manusia tidak berarti yang hidup di tengah derasnya arus metropolis di Surabaya) mengenai pentingnya bahasa daerah di setiap daerah, dan saya berikan contoh bahasa daerah saya sendiri (maaf, saya sendiri kurang menguasai dan masih harus banyak belajar).
Adalah sebuah asset yang cukup berharga bagi anda yang hidup di Jawa. Maaf, ini bukan artikel bersifat rasis. NO !!!! Saya adalah orang Jawa yang juga hidup di Jawa. Mungkin bagi anda para pembaca yang bukan orang Jawa, silahkan baca artikel ini sebagai perbandingan saja, dan sama sekali bukan paksaan bagi anda pembaca untuk berbicara bahasa Jawa kepada saya. Not at all.
Beberapa hal yang dapat saya bagi adalah bahwa bahasa Jawa di kalangan muda sudah mulai terkikis. Meskipun Surabaya terkenal dengan Suroboyoan-nya, namun bahasa Jawa sama sekali tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Surabaya.
Beberapa macam pengalaman telah saya alami sendiri dalam kehidupan nyata di lapangan, bahwa berbahasa Jawa halus akan lebih disegani oleh siapapun daripada anda yang berbicara bahasa Jawa kasar. Contoh:
- Ketika anda di tengah jalan tersesat, anda dapat bertanya menggunakan kepada orang di warung atau tambal ban bahasa Jawa “Nuwun sewu, menyang TP kudune lewat ngendi Pak?”.
- Ketika anda berada di kantor catatan sipil, alangkah baiknya jika anda menggunakan bahasa Jawa halus, contoh : “Pak, ruangan bapak singgih teng pundi?”
- Ketika anda hendak parkir di sebuah pelataran parkir, tanyalah tukang parkir tersebut dimana tempat parkir yang baik, contoh: “Pak, parkire teng pundi? Teng wingking saget mboten pak?” (Pak parkirnya dimana? Di belakang bisa kah?)
- Ketika anda berjalan di tengah jalan dan ditawari becak, dan anda menolak, jawablah dengan senyum sambil berkata “Mboten pak”, maka pak becak tadi juga akan membalas senyuman anda
Dari puluhan sampel yang telah saya gunakan dengan setiap sampel berbeda, anda akan jauh lebih disegani meskipun hanya oleh seorang (maaf) tukang becak pun.
Dewasa ini, banyak anak muda ataupun generasi muda telah melupakan sejatinya. Banyak orang lebih memilih kursus Inggris daripada kursus Bahasa Jawa. Normal? Ya jelas normal. Yang tidak normal adalah, mengapa kita TIDAK BISA menggunakan bahasa Jawa halus, yang di mata orang yang lebih senior dari kita terdengar lebih bahkan sangat sopan.
Bukan berarti anda bermobil, anda dapat bertanya seenaknya. Bukan berarti anda berpangkat, anda dapat menyuruh anak buah (maaf) atau bahkan yang lebih tua. Semuanya sudah pada tempatnya, bisakah kita menghargai tempat orang lain?
Banyak orang yang tidak mengenal internet, karena (maaf) tidak mampu menggunakan internet, dan siapakah mereka? Tentu saja kaum papa, yang untuk keperluan sehari-hari saja sudah sangat mepet. Mungkin mereka akan dapat terharu apabila masih ada yang menghargai mereka dengan berbicara bahasa Jawa halus, untuk menunjukkan penghormatan bagi yang lebih muda kepada yang lebih tua. Ketika anda sudah tua, anda juga tidak ingin kan anda disapa dengan bahasa Suroboyoan?
OK, anggap anda seorang saptam di TP, kalimat manakah yang lebih baik didengar di telinga anda?
- Nuwun sewu, ting mriki wonten ATM CIMB Niaga mboten pak? Yen mboten wonten, teng mriki wonten ATM nopo mawon?
- Permisi pak, disini ada ATM CIMB Niaga tidak pak? Jika tidak ada, di sini ada ATM apa saja?
- Misi pak, ndek kene onok ATM CIMB Niaga gak pak? Nek gak onok, onoke ATM opo ae?
Bahkan di sebuah kantor pemerintahan, banyak yang heran kenapa saya masih menggunakan bahasa Jawa halus, tanya kenapa? Karena modelan saya tidak cocok untuk menggunakan bahasa Jawa alus (tahu sendiri lah artinya).
Pentingkah sebenarnya bahasa daerah? Mungkin anda akan sadar ketika tua nanti jika setelah membaca artikel ini, anda masih saja tidak sadar.
Semoga berguna bagi semua